BERBAGI PENGETAHUAN
Thursday, December 20, 2018
Thursday, December 3, 2015
Trypanosoma rhodesiense
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Anggota dari genus
Trypanosoma dengan satu perkecualian heteroksenosa dan ditularkan oleh
invertebrate penghisap darah. Mereka dapat berbentuk amastigophora,
Promastigophora, Epimastigophora dan Tripomastigophora dalam siklus hidupnya.
Mereka terdapat pada semua kelas vertebrata. Mereka merupakan parasit dari
system sirkulasi dan cairan jaringan, tetapi beberapa dapat menginfeksi sel.
Sekitar 200 jenis telah diberi nama. Sebagian besar tidak pathogen, tetapi
parasit yang terdapat pada ternak dan juga manusia. Genus Trypanosoma terdapat
didaerah tropis, menyebabkan penyakit tidur di daerah Afrika Tengah, Menurut
perkiraan baru-baru ini, tahun-tahun kehidupan cacat disesuaikan (9 sampai 10
tahun) hilang karena penyakit tidur adalah 2,0 juta.Perkiraan terakhir menunjukkan
bahwa lebih dari 60 juta orang yang tinggal di sekitar 250 lokasi beresiko
tertular penyakit, dan ada sekitar 300.000 kasus baru setiap tahun.Penyakit ini
telah dicatat sebagai terjadi di 36 negara, semua di sub-Sahara Afrika. Hal ini
endemik di tenggara barat Uganda dan Kenya dan membunuh lebih dari 40.000
Afrika tahun.Menurut penelitian, penyakit unik ini berasal dari Afrika dan
sudah menjadi wabah mematikan di beberapa negara di Afrika. Hingga saat ini
tercatat 50.000 sampai 70.000 orang di Sub-Sahara Afrika terserang penyakit
tidur atau Human african trypanosomiasis, yang menyebar melalui gigitan lalat
tsetse. Setiap tahunnya juga dilaporkan sekitar 300.000 orang meninggal akibat
penyakit ini di Afrika.
Famili
Trypanosomomatiadae hanya memiliki dua dari Sembilan genus.Anggota dari familia
ini memiliki bentuk seperti daun atau kadang-kadang berbentuk bulat berisi satu
inti. Mereka juga memiliki Golgi apparatus, lisosom, Retikulum Endoplasmik,
Ribosom serta memiliki vesikula. Trypanosoma
rhodiensis, parasit ini lebih agresif dan memiliki kemampuan
berkembang biak lebih cepat dibandingkan Trypanosoma
gabiensis. Penyakit ini dapat mengakibatkan fatal setelah 9 sampai 12 bulan
terinfeksi. Efeknya pada sistem syaraf berupa penurunan nafsu makan, dan
gangguan mental. Penyakit ini jarang dalam bentuk kronis (dalam jangka waktu
lama)' karena menyerang ginjal, dan otot-otot jantung yang dampaknya sangat
fatal bagi kelangsungan hidup penderita.
1.2
Rumusan masalah
1.
Bagaimana
distribusi geografi Trypanosoma rhodesiense?
2.
Bagaimana
morfologi Trypanosoma rhodesiense?
3.
Bagaimana
siklus hidup Trypanosoma rhodesiense?
4.
Apa
patogenesis yang di sebabkan oleh Trypanosoma
rhodesiense?
5. Bagaimana cara mendiagnosa penyakot
yang disebabkan oleh Trypanosoma
rhodesiense?
6. Bagimana pengobatan dan pencegajan
penyakit yang disebabakan oleh Trypanosoma
rhodesiense?
1.3
Tujuan
1. Mengetahui
distribusi geografi Trypanosoma rhodesiense.
2. Mengetahui
morfologi Trypanosoma rhodesiense.
3. Mengetahui
siklus hidup Trypanosoma rhodesiense.
4. Mengetahui
patogenesis yang di sebabkan oleh Trypanosoma
rhodesiense.
5. Mengetahui cara mendiagnosa penyakit yang
disebabkan oleh Trypanosoma rhodesiense.
6. Mengetahui pengobatan dan pencegahan penyakit
yang disebabakan oleh Trypanosoma
rhodesiense.
BAB II
PEMBAHASAN
Trypanosoma rhodesiense
Gambar
2.1 Trypanosoma rhodesiense
|
Kingdom : Protista
Subkingdom : Protozoa
Phylum : Sarcomastigophora
Subphylum : Mastigophora
Class : Zoomastigophora
Order : Kinetplastida
Family : Trypanosomatidae
Section : Salivaria
genus : Trypanosoma
Species : Brucei
Subspecies : gambiense , rhodesiens
Trypanosoma
rhodesiense erat
hubungannya dengan Trypanosoma gambiense, morfologinya sulit dibedakan.
Stephans dan fantham pada tahun 1910 menemukan Trypanosoma rhodesiense
dalam darah seorang pasien penyakit tidur. Mereka membedakannya dari Trypanosoma
gambiense berdasarkan vektor penularnya, virulensinya dalam tikus, dan
ditemukannya varian morfologi yang belum ada pada Trypanosoma gambiense.
Trypanosoma
rhodesiense atau penyakit
tidur Afrika Timur distribusinya lebih terbatas daripada Trypanosoma gambiense,
yaitu ditemukan di Afrika Timur bagian tengah. Infeksinya lebih cepat fatal
daripada infeksi Trypanosoma gambiense, dan binatang buruan seperti rusa semak
(bushbuck) merupakan hospes reservoar alamiahnya.
2.1 Distribusi
geografi Trypanosoma rhodesiense.
Trypanosoma rhodesiense erat hubungannya dengan Trypanosoma gambiense,morfologinya
sulit dibedakan. Kedua spesies
ini ditemukan didaerah afrika tropik, yaitu antara garis lintang utara 15 dan
garis lintang selatan 18. T. rhodesiense
terdapat dibagian timur dan T.gambiense di bagian tengah dan barat.
Gambar
2.2 Distribusi geografi Trypanosoma rhodesiense
|
2.2 Morfologi Trypanosoma
rhodesiense.
Trypanosoma rhodesiense erat hubungannya dengan Trypanosoma gambiense,
morfologinya tidak dapat dibedakan
Bentuk Amastigot
Bentuk bulat atau lonjong, mempunyai
satu inti dan satu kinetoplas serta tidak mempunyai flagela.Bersifat intraseluler.Besarnya
2-3 mikron.
Bentuk Promastigot
Bentuk memanjang mempunyai satu inti
di tengah dan satu flagela panjang yang keluar dari bagian anterior tubuh
tempat terletaknya kinetoplas, belum mempunyai membran bergelombang, ukurannya
15 mikron.
Bentuk Epimastigot
bentuk
memanjang dengan kinetoplas didepan inti yang letaknya di tengah mempunyai
membran bergelombang pendek yang menghubungkan flagella dengan tubuh parasit,
ukurannya 15-25 mikron
Bentuk Tripomastigot
bentuk
memanjang dan melengkung , inti di tengah ,kinetoplas dekat ujung
posteri,flagela membentuk dua sampai empat kurva membran bergelombang
,ukurannya 20-30 mikron.
Gambar
2.3 Morfologi Trypanosoma rhodesiense
|
Inti di tengah
besar berbentuk lonjong, terletak di tengah dan berfungsi untuk medek nyediakan
makanan disebut juga Troponukleus. kinetoplas dekat ujung posterior,kinetoplas,
berbentuk bulat atau batang. Ukuran lebih kecil dari inti dan terletak di depan
atau di belakang inti. Kinetoplas terdiri dari 2 bagian yaitu benda parabasal
dan blefaroplas.Flagela membentuk dua sampai empat kurva membran bergelombang,Flagela
merupakan cambuk halus yang keluar dari blefaroplas dan berfun gsi untuk
bergerak. Undulating membrane (membran bergelombang), adalah selaput yang
terjadi karena flagela melingkari badan parasit, sehingga terbentuk
kurva-kurva. Terdapat 3-4 gelombang membran ukurannya 20-30 mikron.
Pada
manusia spesies ini terdapat dalam stadium tripomastigot yang hidup dalam
darah,bentuk ini ada 2 macam yaitu bentuk panjang 30-32 mikron, bentuk pendek
16-20 mikron dan akan berubah menjadi stadium epimastigot.
2.3 Siklus
hidup Trypanosoma rhodesiense.
Pada
waktu darah mamalia dihisap, oleh lalat tse tse yang infektif (genus Glossina)
maka akan memasukkan metacyclic trypomastigotes kedalam jaringan kulit,cara
penulararan ini disebut anterior
inoculative.
lalat Glossina
morsitans yang hidup di daerah padang rumput.baik lalat jantan maupun
betina dapat menularkan penyakit. Pada tripanosomiasis rodesiense hospes
reservoar penting karena penularan terjadi dari hospes reservoar melalui lalat
ke manusia. . Selain gigitan lalat tsetse, penyakit
ini dapat ditularkan lewat transfusi darah atau dari ibu ke anak.
Lalat tsetse menyerupai lalat
rumahan, tetapi mereka tumbuh lebih besar dan sayapnya terlipat rata diatas
punggungnya sehingga tidak tampak menonjol seperti sayap lalat rumahan. Probosis
panjang lalat tsetse bisa menembus tubuh inangnya. Kebanyakan lalat tsetse
menghisap darah dari mamalia, tetapi beberapa jenis lainnya mengambil darah
dari reptil dan burung. Saat lalat tsetse menghisap darah, mereka bisa
menginfeksi inangnya. Seekor lalat tsetse mentransmisikan baik ‘nagana’ maupun
penyakit tidur dengan menggigit manusia atau hewan yang terinfeksi, mengambil
parasitnya, dan menginfeksi inang berikutnya.
Gambar 2.4 lalat
stetse (glossina)
|
Parasit
Trypanosoma rhodesiense dalam stadium
tripomastigot hidup diluar sel (ekstraselular)dalam darah,limpa,kelenjar limfe
ciran otak dan di otak. Siklus hidup
pada tubuh manusia dimulai dengan infeksi Flagellata ini dalam bentuk
metacyclic trypanosoma melalui gigitan Glossina spp. Pasrasit ini berkembang biak secara belah
pasang longitudinal dan dalam darah tampak bentuk yang membelah. Dalam tubuh Glossina stadium tripomastigot yang
terisap dengan darah berkembang biak di usus tengah dan usus belakang (midgut dan hindgut) secara belah pasang longitudinal. Pada saat berbentuk ramping dan panjang (stadium tripomastigot), mitochondria flagellata ini tidak aktif dan akan menjadi aktif
saat berubah bentuk menjadi gemuk pendek. Dalam tubuh manusia mitochondria tadi
banyak mengandung enzim, tetapi tidak lagi aktif bila telah berada dalam perut
lalat.Sesudah 15 hari tampak bentuk
langsing (proventricular form) yang
membelah lagi kemudian bermigrasi melalui esofagus,faring,mulut dan kemudian
masuk ke kelenjar ludah. Dalam kelenjar ludah parasit ini melekat pada epitel
dan berubah menjadi stadium epimastigot . stadium epimastigot berkembang biak
berkali-kali kemudian berubah menjadi stadium trypamastigot metasiklik yang
masuk ke kelenjar ludah lalu ke probosis dan dari sisni dapat ditularkan pada
manusia. Lalat ini pada Trypanosoma rhodesiense infektif sesudah 14 hari.
Manusia dan hospes
reservoar stadium tripomastigot
|
Stadium
tripomastigot
|
stadium tripomastigot
metasiklik
|
Lalat Glossina stadium tripomastigot
|
Stadium
epimastigot
|
Gambar 2.5
Bagan siklus hidup Trypanosoma rhodesiense
|
Gambar 2.6 Siklus hidup Trypanosoma rhodesiense
|
Trypanosoma rhodesiense menyebabkan penyakit tripanomiasis.Gejala
klinis Gejala penyakit ialah demam, sakit kepala, insomnia, pembengkakan
kelenjar limfe tanpa rasa sakit, berat badan menurun. Jika parasit ini dapat
masuk ke sistem saraf manusia, penderita akan mengalami kebingungan, perubahan
kepribadian, gangguan tidur, dan akhirnya koma sebelum meninggal dunia. Setelah
digigit oleh lalat tsetse yang infektif, stadium tripomastigot metasiklik yang
masuk ke dalam kulit akan memperbanyak diri serta menimbulkan reaksi peradangan
setempat. Beberapa hari kemudian, pada tempat tersebut dapat timbul nodul atau
chancre (3-4 cm). Lesi primer ini tidak menetap dan akan menghilang setelah 1 –
2 minggu, nodul ini seringkali terlihat pada orang Eropa tetapi jarang pada
penduduk setempat di daerah endemi.
Bentuk
tripomastigot dapat ditemukan dalam cairan aspirasi ulkus tersebut.Bentuk
tripomastigot dapat masuk ke dalam aliran darah, menyebabkan parasetemia ringan
tanpa gejala klinik dan dapat berlangsung selama berbulan–bulan. Gejala pertama
akan terlihat jelas bila terjadi invasi pada kelenjar limfe, diikuti dengan
timbulnya demam remiten yang tidak teratur dan keluar keringat pada malam hari.
Demam sering disertai dengan sakit kepala, malaise dan anoreksia. Periode demam
yang berlangsung sampai satu minggu akan diikuti dengan periode tanpa demam
yang waktunya bervariasi dan kemudian timbul lesi periode demam yang lain.
Banyak tripomastiot ditemukan dalam peredaran darah pada saat demam tetapi pada
saat tanpa demam jumlahnya sedikit.Kelenjar limfe yang membesar konsistensinya
lunak, tidak nyeri.Meskipun dapat mengenai kelenjar limfe dimana saja, kelenjar
limfe di daerah 7-8 servikal posterior merupakan tempat
yang paling sering terinfeksi (tanda Winterbottom) Bentuk tripomastigot dapat
diaspirasi dari kelenjar limfe yang membesar.Selain kelenjar limfe, terjadi
juga pembesaran pada limpa dan hati.
Pada
Stadium penyakit tidur timbul setelah bentuk tripomstigot menginvasi susunan
saraf pusat (SSP).Perubahan tingkah laku dan kepribadian terlihat selama invasi
SSP.selain itu parasit ini akan masuk ke otak dan akan menyebabkan meningitis,
ensefalitis dengan gejala sakit kepala yang berat,kelainan
motorik,apatis,letargi ,koma dan kematian.
Trypanosoma rhodesiense sangat
virulen penyakitnya akut sehingga penderita meninggal dalam waktu singkat sebelum
gejala otak tampak.
Gambar 2.7
Tripanomiasis
|
2.5 Diagnosa
Trypanosoma rhodesiense
Adanya
gejala fisik demam hebat , Kelenjar
limfe yang membesar konsistensinya lunak, tidak nyeri, pembesaran pada limpa dan hati ,
kebingungan, kelemahan, perubahan
kepribadian, gangguan tidur ,sakit kepala yang berat.
Teknik
yang digunakan sama dengan yang digunakan untuk menemukan Trypanosomiasis gambiases, hanya saja bentuk tripomastigot lebih
banyak jumlahnya dalam darah pada bentuk Trypanosomiasis
rhodesiense.
Ada
berbagai cara orang menegakkan diagnosa African trypanosomiasis. Selain
pemeriksaan fisik, cara pemeriksaan yang paling tepat adalah menemukan adanya
parasit pada penderita dalam sediaan darah atau cairan otak,dalam biopsi
kelenjar dan sumsum tulang,secara imunologi dengan zat anti fluoresen,Parasit
cairan trypanosomal chancre, darah, cairan limfe dari kelenjar limfe maupun di
cairan lumbal. Namun perlu diingat bahwa dengan pemeriksaan mikroskopis saja
tidak dapat membedakan kedua subspesies Flagellata ini.
Berhubung
jumlah parasit dalam darah tidak selalu sama setiap saat (dalam waktu tertentu
saja jumlah parasit ditemukan dalam jumlah banyak di darah), maka untuk
mempermudah menemukan parasit, orang sering melakukan teknik konsentrasi darah.
Khusus
untuk menegakkan diagnosa trypanosomiasis rhodesiense, sering dilakukan
percobaan hewan dengan menginokulasi darah penderita pada hewan dan kemudian
setelah beberapa saat mencari adanya flagellata pada hewan percobaan tadi. Cara
ini hanya baik dilakukan untuk menegakkan diagnosa trypanosomiasis rhodesiense.
Pemeriksaan
lain adalah pemeriksaan sumsum tulang dan kultur pada berbagai macam media.
Secara serologis, orang melakukan pemeriksaan yang dinamakan Card Agglutination
Test (CATT). Pemeriksaan ini sering digunakan untuk keperluan epidemiologis.
Pemeriksaan serologis lain yang juga dipakai adalah menentukan titer IgM yang
biasanya tetap meninggi selama beberapa waktu.
2.6 Pengobatan
dan pencegahan Trypanosoma rhodesiense.
Pengobatan pada penyakit tidur afrika biasanya berhasil baik bila di mulai
pada permulaan penyakit (infeksi dini) yaitu pada stadium darah-limfe. Untuk
itu dapat dipakai suramin atau pentamidin. Bila susunan saraf sudah terkena,
dapat di pakai triparsamid oleh karena dengan suramin atau pentamidin kurang
baik hasilnya. Obat yang tersedia umumnya toksik untuk manusia, dan beberapa
strain parasit menjadi resisten terhadap obat tersebut. Untuk itu dapat dipakai
melarsopol : Mel B (arsobal).
Ilmuan di
Belgia telah menemukan cara untuk menyembuhkan penyakit tidur (Trypanosomiasis)
yang disebabkan oleh lalat tsetse tersebut, lebih lanjut mereka menjelaskan
bahwa ada sebuah bakteri yang disebut Sodalis Glossinidius yang hidup pada
lalat tsetse yang dapat menjadi cara menyembuhkan penyakit tersebut. Gen
bakteri akan diubah untuk mendapatkan antibodi yang dapat melawan parasit yang
menyebar di tubuh manusia. Dr David Horn dari London Schoolof Hygiene and
Tropical Medicine berkata,"Ini adalah konsep yang menjanjikan, dan sekarang
sedang diupayakan untuk membuat anti-trypanosomal." Sebelumnya, menurut
penelitian upaya yang dilakukan untuk menyembuhkan pasien yang terkena penyakit
tidur adalah dengan mengikuti terapi. Selain itu penggunaan Arsenik juga
menjadi cara untuk menyembuhkan penyakit tidur tersebut, namun cara tersebut
sangatlah beresiko karena Sekitar 5%-20% pasien meninggal karena komplikasi
dari obat yang digunakan.
Pencegahan
Memilih cara pencegahan yang tepat
harus di dasari pada pengetahuan dan pengenalan ekologi dari vektor dan
penyebab penyakit disuatu wilayah. Dengan pengetahuan tersebut, maka
suatu daerah dengan keadaan geografis tertentu, dapat dilakukan satu
atau beberapa langkah berikut sebagai langkah prioritas dalam upaya pencegahan
:
·
Berikan
Penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara perlindungan diri terhadap
gigitan lalat tsetse.
·
Menurunkan
populasi parasit melalui survei masyarakat untuk menemukan mereka yang
terinfeksi, obati mereka yang terinfeksi.
·
Bila
perlu hancurkan habitat lalat tsetse, namun tidak
dianjurkan untuk menghancurkan vegetasi secara tidak merata.
Membersihkan semak-semak dan memotong rumput disekitar desa sangat bermanfaat
pada saat terjadi penularan peridomestik. Apabila pada wilayah yang telah
dibersihkan dari vegetasi liar dilakukan reklamasi dan dimanfaatkan untuk lahan
pertanian maka masalah vektor teratasi untuk selamanya.
·
Mengurangi
kepadatan lalat dengan menggunakan perangkap dan kelambu yang sudah dicelup
dengan deltametrin serta dengan penyemprotan insektisida
residual (perythroid sintetik 5%, DDT, dan dieldrin 3%
merupakan insektidida yang efektif). Dalam situasi darurat gunakan insektisida
aerosol yang disemprotkan dari udara.
·
Melarang
orang-orang yang pernah tinggal atau pernah mengunjungi daerah endemis di
Afrika untuk menjadi donor darah.
Penanggulangan Wabah
Dalam keadaan KLB lakukkan survei
massal yang terorganisasikan dengan baik dan berikan pengobatan bagi penderita
yang ditemukan serta lakukan pengendalian lalat tsetse.
Bila terjadi lagi KLB di daerah yang
sama walaupun sudah melaksanakan upaya-upaya pemberantasan, maka upaya-upaya
yang tercantum pada butir 9A harus dilakukan dengan lebih giat.
Penanganan Internasional
Meningkatkan upaya kerjasama lintas
sektor di daerah endemis. Penyebar luasan informasi dan meningkatkan
tersedianya bahan dan alat diagnosa sederhana untuk skrining dan upaya
sederhana pengendalian vektor.
Kembangkan sistem yang efektif
pendistribusian reagen dan obat-obatan. Kembangkan sistem pelatihan pada
tingkat nasional dan internasional. Manfaatkan pusat-pusat kerjasama WHO.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Trypanosoma brucei rhodiensis, parasit
ini lebih agresif dan memiliki kemampuan berkembang biak lebih cepat
dibandingkan Trypanosoma brucei gabiensis. Trypanosoma
rhodesiense menyebabkan penyakit tripanomiasis yang ditularkan oleh lalat Glossina (stetse) Pasrasit
ini berkembang biak secara belah pasang longitudinal dan dalam darah tampak
bentuk yang membelah. Dalam tubuh Glossina (stetse) stadium
tripomastigot yang terisap dengan darah berkembang biak di usus . Setelah
digigit oleh lalat tsetse yang infektif, stadium tripomastigot metasiklik yang
masuk ke dalam kulit akan memperbanyak diri serta menimbulkan reaksi peradangan
setempat
Gejala klinis Gejala
penyakit ialah demam, sakit kepala, insomnia, pembengkakan kelenjar limfe tanpa
rasa sakit, berat badan menurun. Jika parasit ini dapat masuk ke sistem saraf
manusia, penderita akan mengalami kebingungan, perubahan kepribadian, gangguan
tidur, dan akhirnya koma sebelum meninggal dunia. Teknik pemeriksaan yang
digunakan sama dengan yang digunakan untuk menemukan Trypanosomiasis gambiases, hanya saja bentuk tripomastigot lebih
banyak jumlahnya dalam darah pada bentuk Trypanosomiasis
rhodesiense. Pengobatan pada penyakit tidur afrika biasanya
berhasil baik bila di mulai pada permulaan penyakit (infeksi dini) yaitu pada
stadium darah-limfe. Untuk itu dapat dipakai suramin atau pentamidin. Bila
susunan saraf sudah terkena, dapat di pakai triparsamid oleh karena dengan
suramin atau pentamidin kurang baik hasilnya. Obat yang tersedia umumnya toksik
untuk manusia, dan beberapa strain parasit menjadi resisten terhadap obat
tersebut. Untuk itu dapat dipakai melarsopol : Mel B (arsobal).
3.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah
ini, mahasiswa dapat mengetahui trypanosoma rhodesiense serta agar
pembaca dapat mengetahui cara-cara yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit
tersebut. Kritik dan saran penulis tetap harapkan demi perbaikan selanjutnya.
Subscribe to:
Posts (Atom)