Thursday, December 3, 2015

Trypanosoma rhodesiense



 BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang

 Anggota dari genus Trypanosoma dengan satu perkecualian heteroksenosa dan ditularkan oleh invertebrate penghisap darah. Mereka dapat berbentuk amastigophora, Promastigophora, Epimastigophora dan Tripomastigophora dalam siklus hidupnya. Mereka terdapat pada semua kelas vertebrata. Mereka merupakan parasit dari system sirkulasi dan cairan jaringan, tetapi beberapa dapat menginfeksi sel. Sekitar 200 jenis telah diberi nama. Sebagian besar tidak pathogen, tetapi parasit yang terdapat pada ternak dan juga manusia. Genus Trypanosoma terdapat didaerah tropis, menyebabkan penyakit tidur di daerah Afrika Tengah, Menurut perkiraan baru-baru ini, tahun-tahun kehidupan cacat disesuaikan (9 sampai 10 tahun) hilang karena penyakit tidur adalah 2,0 juta.Perkiraan terakhir menunjukkan bahwa lebih dari 60 juta orang yang tinggal di sekitar 250 lokasi beresiko tertular penyakit, dan ada sekitar 300.000 kasus baru setiap tahun.Penyakit ini telah dicatat sebagai terjadi di 36 negara, semua di sub-Sahara Afrika. Hal ini endemik di tenggara barat Uganda dan Kenya dan membunuh lebih dari 40.000 Afrika tahun.Menurut penelitian, penyakit unik ini berasal dari Afrika dan sudah menjadi wabah mematikan di beberapa negara di Afrika. Hingga saat ini tercatat 50.000 sampai 70.000 orang di Sub-Sahara Afrika terserang penyakit tidur atau Human african trypanosomiasis, yang menyebar melalui gigitan lalat tsetse. Setiap tahunnya juga dilaporkan sekitar 300.000 orang meninggal akibat penyakit ini di Afrika.
Famili Trypanosomomatiadae hanya memiliki dua dari Sembilan genus.Anggota dari familia ini memiliki bentuk seperti daun atau kadang-kadang berbentuk bulat berisi satu inti. Mereka juga memiliki Golgi apparatus, lisosom, Retikulum Endoplasmik, Ribosom serta memiliki vesikula. Trypanosoma  rhodiensis, parasit ini lebih agresif dan memiliki kemampuan berkembang biak lebih cepat dibandingkan Trypanosoma gabiensis. Penyakit ini dapat mengakibatkan fatal setelah 9 sampai 12 bulan terinfeksi. Efeknya pada sistem syaraf berupa penurunan nafsu makan, dan gangguan mental. Penyakit ini jarang dalam bentuk kronis (dalam jangka waktu lama)' karena menyerang ginjal, dan otot-otot jantung yang dampaknya sangat fatal bagi kelangsungan hidup penderita. 
1.2              Rumusan masalah
1.    Bagaimana distribusi geografi  Trypanosoma rhodesiense?
2.    Bagaimana morfologi Trypanosoma rhodesiense?
3.    Bagaimana siklus hidup Trypanosoma rhodesiense?
4.    Apa patogenesis yang di sebabkan oleh Trypanosoma rhodesiense?
5.    Bagaimana cara mendiagnosa penyakot yang disebabkan oleh Trypanosoma rhodesiense?
6.    Bagimana pengobatan dan pencegajan penyakit yang disebabakan oleh Trypanosoma rhodesiense?
1.3              Tujuan
1.  Mengetahui distribusi geografi  Trypanosoma rhodesiense.
2.  Mengetahui morfologi Trypanosoma rhodesiense.
3.  Mengetahui siklus hidup Trypanosoma rhodesiense.
4.  Mengetahui patogenesis yang di sebabkan oleh Trypanosoma rhodesiense.
5.  Mengetahui cara mendiagnosa penyakit yang disebabkan oleh Trypanosoma rhodesiense.
6.  Mengetahui pengobatan dan pencegahan penyakit yang disebabakan oleh Trypanosoma rhodesiense.

BAB II
PEMBAHASAN
Trypanosoma rhodesiense 
Gambar 2.1 Trypanosoma rhodesiense 


Kingdom                     : Protista
Subkingdom                : Protozoa
Phylum                        : Sarcomastigophora
Subphylum                  : Mastigophora
Class                           : Zoomastigophora
Order                          : Kinetplastida
Family                         : Trypanosomatidae
Section                        : Salivaria
genus                           : Trypanosoma
Species                        : Brucei
Subspecies                   : gambiense , rhodesiens

Trypanosoma rhodesiense erat hubungannya dengan Trypanosoma  gambiense, morfologinya sulit dibedakan. Stephans dan fantham pada tahun 1910 menemukan Trypanosoma rhodesiense dalam darah seorang pasien penyakit tidur. Mereka membedakannya dari Trypanosoma gambiense berdasarkan vektor penularnya, virulensinya dalam tikus, dan ditemukannya varian morfologi yang belum ada pada Trypanosoma gambiense.
Trypanosoma rhodesiense atau penyakit tidur Afrika Timur distribusinya lebih terbatas daripada Trypanosoma gambiense, yaitu ditemukan di Afrika Timur bagian tengah. Infeksinya lebih cepat fatal daripada infeksi Trypanosoma gambiense, dan binatang buruan seperti rusa semak (bushbuck) merupakan hospes reservoar alamiahnya.
2.1      Distribusi geografi Trypanosoma rhodesiense.
Trypanosoma rhodesiense erat hubungannya dengan Trypanosoma  gambiense,morfologinya sulit dibedakan. Kedua spesies ini ditemukan didaerah afrika tropik, yaitu antara garis lintang utara 15 dan garis lintang selatan 18. T. rhodesiense  terdapat dibagian timur dan T.gambiense  di bagian tengah dan barat.
Gambar 2.2 Distribusi geografi Trypanosoma rhodesiense 

 


2.2       Morfologi Trypanosoma rhodesiense.
Trypanosoma rhodesiense erat hubungannya dengan Trypanosoma  gambiense, morfologinya tidak dapat dibedakan
Bentuk Amastigot  
Bentuk bulat atau lonjong, mempunyai satu inti dan satu kinetoplas serta tidak mempunyai flagela.Bersifat intraseluler.Besarnya 2-3 mikron.
Bentuk Promastigot
Bentuk memanjang mempunyai satu inti di tengah dan satu flagela panjang yang keluar dari bagian anterior tubuh tempat terletaknya kinetoplas, belum mempunyai membran bergelombang, ukurannya 15 mikron.

Bentuk Epimastigot
bentuk memanjang dengan kinetoplas didepan inti yang letaknya di tengah mempunyai membran bergelombang pendek yang menghubungkan flagella dengan tubuh parasit, ukurannya 15-25 mikron
Bentuk Tripomastigot                                  
bentuk memanjang dan melengkung , inti di tengah ,kinetoplas dekat ujung posteri,flagela membentuk dua sampai empat kurva membran bergelombang ,ukurannya 20-30 mikron.
Gambar 2.3 Morfologi Trypanosoma rhodesiense 


Inti di tengah besar berbentuk lonjong, terletak di tengah dan berfungsi untuk medek nyediakan makanan disebut juga Troponukleus. kinetoplas dekat ujung posterior,kinetoplas, berbentuk bulat atau batang. Ukuran lebih kecil dari inti dan terletak di depan atau di belakang inti. Kinetoplas terdiri dari 2 bagian yaitu benda parabasal dan blefaroplas.Flagela membentuk dua sampai empat kurva membran bergelombang,Flagela merupakan cambuk halus yang keluar dari blefaroplas dan berfun gsi untuk bergerak. Undulating membrane (membran bergelombang), adalah selaput yang terjadi karena flagela melingkari badan parasit, sehingga terbentuk kurva-kurva. Terdapat 3-4 gelombang membran ukurannya 20-30 mikron.
Pada manusia spesies ini terdapat dalam stadium tripomastigot yang hidup dalam darah,bentuk ini ada 2 macam yaitu bentuk panjang 30-32 mikron, bentuk pendek 16-20 mikron dan akan berubah menjadi stadium epimastigot.

2.3       Siklus hidup Trypanosoma rhodesiense.
Pada waktu darah mamalia dihisap, oleh lalat tse tse yang infektif (genus Glossina) maka akan memasukkan metacyclic trypomastigotes kedalam jaringan kulit,cara penulararan ini disebut anterior inoculative.
lalat Glossina morsitans yang hidup di daerah padang rumput.baik lalat jantan maupun betina dapat menularkan penyakit. Pada tripanosomiasis rodesiense hospes reservoar penting karena penularan terjadi dari hospes reservoar melalui lalat ke manusia. . Selain gigitan lalat tsetse, penyakit ini dapat ditularkan lewat transfusi darah atau dari ibu ke anak.
Lalat tsetse menyerupai lalat rumahan, tetapi mereka tumbuh lebih besar dan sayapnya terlipat rata diatas punggungnya sehingga tidak tampak menonjol seperti sayap lalat rumahan. Probosis panjang lalat tsetse bisa menembus tubuh inangnya. Kebanyakan lalat tsetse menghisap darah dari mamalia, tetapi beberapa jenis lainnya mengambil darah dari reptil dan burung. Saat lalat tsetse menghisap darah, mereka bisa menginfeksi inangnya. Seekor lalat tsetse mentransmisikan baik ‘nagana’ maupun penyakit tidur dengan menggigit manusia atau hewan yang terinfeksi, mengambil parasitnya, dan menginfeksi inang berikutnya.
Gambar 2.4 lalat stetse (glossina) 

Lalat tsetse biasanya tidak dapat menginfeksi manusia sampai parasit telah tinggal di tubuhnya selama beberapa hari dan telah melewati lambungke kelenjar ludahnya. Kemudian lalat ini akan menularkan parasit tersebut kepada siapapun yang digigitnya. Parasit yang menginfeksi hewan berkembang di probosis atau di dalam perut lalat tsetse.Lalat tsetse berkembang biak secara perlahan. Lalat betina hanya menghasilkan satu telur pada satu waktu. Larva yang menetas dari telur dipelihara selama masa pertumbuhan di dalam tubuh induknya. Ketika larva sudah tumbuh sempurna, larva itu akan disimpan di tanah. Kemudian larva akan menggali liang di dalam tanah sebelum berubah menjadi pupa.Lalat tsetse jantan atu betina menggigit manusia dan hewan pada siang hari. Lalat ini mempunyai jangkauan terbang sampai mencapai 3 mil.
Parasit Trypanosoma rhodesiense dalam stadium tripomastigot hidup diluar sel (ekstraselular)dalam darah,limpa,kelenjar limfe ciran otak dan di otak. Siklus hidup pada tubuh manusia dimulai dengan infeksi Flagellata ini dalam bentuk metacyclic trypanosoma melalui gigitan Glossina spp.  Pasrasit ini berkembang biak secara belah pasang longitudinal dan dalam darah tampak bentuk yang membelah. Dalam tubuh Glossina stadium tripomastigot yang terisap dengan darah berkembang biak di usus tengah dan usus belakang (midgut dan hindgut) secara belah pasang longitudinal. Pada saat berbentuk ramping dan panjang (stadium tripomastigot), mitochondria flagellata ini tidak aktif dan akan menjadi aktif saat berubah bentuk menjadi gemuk pendek. Dalam tubuh manusia mitochondria tadi banyak mengandung enzim, tetapi tidak lagi aktif bila telah berada dalam perut lalat.Sesudah 15 hari tampak bentuk langsing (proventricular form) yang membelah lagi kemudian bermigrasi melalui esofagus,faring,mulut dan kemudian masuk ke kelenjar ludah. Dalam kelenjar ludah parasit ini melekat pada epitel dan berubah menjadi stadium epimastigot . stadium epimastigot berkembang biak berkali-kali kemudian berubah menjadi stadium trypamastigot metasiklik yang masuk ke kelenjar ludah lalu ke probosis dan dari sisni dapat ditularkan pada manusia. Lalat ini pada  Trypanosoma rhodesiense  infektif sesudah 14 hari.
Manusia dan hospes reservoar stadium tripomastigot
Stadium tripomastigot
stadium tripomastigot metasiklik
Lalat Glossina stadium tripomastigot
Stadium epimastigot
Gambar 2.5 Bagan siklus hidup Trypanosoma rhodesiense 

 















Gambar 2.6  Siklus hidup Trypanosoma rhodesiense 

2.4       Patogenesis Trypanosoma rhodesiense.
Trypanosoma rhodesiense menyebabkan penyakit tripanomiasis.Gejala klinis Gejala penyakit ialah demam, sakit kepala, insomnia, pembengkakan kelenjar limfe tanpa rasa sakit, berat badan menurun. Jika parasit ini dapat masuk ke sistem saraf manusia, penderita akan mengalami kebingungan, perubahan kepribadian, gangguan tidur, dan akhirnya koma sebelum meninggal dunia. Setelah digigit oleh lalat tsetse yang infektif, stadium tripomastigot metasiklik yang masuk ke dalam kulit akan memperbanyak diri serta menimbulkan reaksi peradangan setempat. Beberapa hari kemudian, pada tempat tersebut dapat timbul nodul atau chancre (3-4 cm). Lesi primer ini tidak menetap dan akan menghilang setelah 1 – 2 minggu, nodul ini seringkali terlihat pada orang Eropa tetapi jarang pada penduduk setempat di daerah endemi.
Bentuk tripomastigot dapat ditemukan dalam cairan aspirasi ulkus tersebut.Bentuk tripomastigot dapat masuk ke dalam aliran darah, menyebabkan parasetemia ringan tanpa gejala klinik dan dapat berlangsung selama berbulan–bulan. Gejala pertama akan terlihat jelas bila terjadi invasi pada kelenjar limfe, diikuti dengan timbulnya demam remiten yang tidak teratur dan keluar keringat pada malam hari. Demam sering disertai dengan sakit kepala, malaise dan anoreksia. Periode demam yang berlangsung sampai satu minggu akan diikuti dengan periode tanpa demam yang waktunya bervariasi dan kemudian timbul lesi periode demam yang lain. Banyak tripomastiot ditemukan dalam peredaran darah pada saat demam tetapi pada saat tanpa demam jumlahnya sedikit.Kelenjar limfe yang membesar konsistensinya lunak, tidak nyeri.Meskipun dapat mengenai kelenjar limfe dimana saja, kelenjar limfe di daerah 7-8 servikal posterior merupakan tempat yang paling sering terinfeksi (tanda Winterbottom) Bentuk tripomastigot dapat diaspirasi dari kelenjar limfe yang membesar.Selain kelenjar limfe, terjadi juga pembesaran pada limpa dan hati.
Pada Stadium penyakit tidur timbul setelah bentuk tripomstigot menginvasi susunan saraf pusat (SSP).Perubahan tingkah laku dan kepribadian terlihat selama invasi SSP.selain itu parasit ini akan masuk ke otak dan akan menyebabkan meningitis, ensefalitis dengan gejala sakit kepala yang berat,kelainan motorik,apatis,letargi ,koma dan kematian. Trypanosoma rhodesiense  sangat virulen penyakitnya akut sehingga penderita meninggal dalam waktu singkat sebelum gejala otak tampak.
Gambar 2.7  Tripanomiasis





2.5       Diagnosa Trypanosoma rhodesiense 
Adanya gejala fisik demam hebat , Kelenjar limfe yang membesar konsistensinya lunak, tidak nyeri, pembesaran pada limpa dan hati , kebingungan, kelemahan, perubahan kepribadian, gangguan tidur ,sakit kepala yang berat.
Teknik yang digunakan sama dengan yang digunakan untuk menemukan Trypanosomiasis gambiases, hanya saja bentuk tripomastigot lebih banyak jumlahnya dalam darah pada bentuk Trypanosomiasis rhodesiense.
Ada berbagai cara orang menegakkan diagnosa African trypanosomiasis. Selain pemeriksaan fisik, cara pemeriksaan yang paling tepat adalah menemukan adanya parasit pada penderita dalam sediaan darah atau cairan otak,dalam biopsi kelenjar dan sumsum tulang,secara imunologi dengan zat anti fluoresen,Parasit cairan trypanosomal chancre, darah, cairan limfe dari kelenjar limfe maupun di cairan lumbal. Namun perlu diingat bahwa dengan pemeriksaan mikroskopis saja tidak dapat membedakan kedua subspesies Flagellata ini.
Berhubung jumlah parasit dalam darah tidak selalu sama setiap saat (dalam waktu tertentu saja jumlah parasit ditemukan dalam jumlah banyak di darah), maka untuk mempermudah menemukan parasit, orang sering melakukan teknik konsentrasi darah.
Khusus untuk menegakkan diagnosa trypanosomiasis rhodesiense, sering dilakukan percobaan hewan dengan menginokulasi darah penderita pada hewan dan kemudian setelah beberapa saat mencari adanya flagellata pada hewan percobaan tadi. Cara ini hanya baik dilakukan untuk menegakkan diagnosa trypanosomiasis rhodesiense.
Pemeriksaan lain adalah pemeriksaan sumsum tulang dan kultur pada berbagai macam media. Secara serologis, orang melakukan pemeriksaan yang dinamakan Card Agglutination Test (CATT). Pemeriksaan ini sering digunakan untuk keperluan epidemiologis. Pemeriksaan serologis lain yang juga dipakai adalah menentukan titer IgM yang biasanya tetap meninggi selama beberapa waktu.

2.6       Pengobatan dan pencegahan Trypanosoma rhodesiense.
Pengobatan pada penyakit tidur afrika biasanya berhasil baik bila di mulai pada permulaan penyakit (infeksi dini) yaitu pada stadium darah-limfe. Untuk itu dapat dipakai suramin atau pentamidin. Bila susunan saraf sudah terkena, dapat di pakai triparsamid oleh karena dengan suramin atau pentamidin kurang baik hasilnya. Obat yang tersedia umumnya toksik untuk manusia, dan beberapa strain parasit menjadi resisten terhadap obat tersebut. Untuk itu dapat dipakai melarsopol : Mel B (arsobal).
Ilmuan di Belgia telah menemukan cara untuk menyembuhkan penyakit tidur (Trypanosomiasis) yang disebabkan oleh lalat tsetse tersebut, lebih lanjut mereka menjelaskan bahwa ada sebuah bakteri yang disebut Sodalis Glossinidius yang hidup pada lalat tsetse yang dapat menjadi cara menyembuhkan penyakit tersebut. Gen bakteri akan diubah untuk mendapatkan antibodi yang dapat melawan parasit yang menyebar di tubuh manusia. Dr David Horn dari London Schoolof Hygiene and Tropical Medicine berkata,"Ini adalah konsep yang menjanjikan, dan sekarang sedang diupayakan untuk membuat anti-trypanosomal." Sebelumnya, menurut penelitian upaya yang dilakukan untuk menyembuhkan pasien yang terkena penyakit tidur adalah dengan mengikuti terapi. Selain itu penggunaan Arsenik juga menjadi cara untuk menyembuhkan penyakit tidur tersebut, namun cara tersebut sangatlah beresiko karena Sekitar 5%-20% pasien meninggal karena komplikasi dari obat yang digunakan.
Pencegahan
Memilih cara pencegahan yang tepat harus di dasari pada pengetahuan dan pengenalan ekologi dari vektor dan penyebab penyakit disuatu wilayah. Dengan pengetahuan tersebut,  maka suatu daerah  dengan keadaan geografis tertentu, dapat dilakukan satu atau beberapa langkah berikut sebagai langkah prioritas dalam upaya pencegahan :
·         Berikan Penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara perlindungan diri terhadap gigitan lalat tsetse.
·         Menurunkan populasi parasit melalui survei masyarakat untuk menemukan mereka yang terinfeksi, obati mereka yang terinfeksi.
·         Bila perlu hancurkan habitat lalat tsetse, namun tidak dianjurkan  untuk menghancurkan vegetasi secara tidak merata. Membersihkan semak-semak dan memotong rumput disekitar desa sangat bermanfaat pada saat terjadi penularan peridomestik. Apabila pada wilayah yang telah dibersihkan dari vegetasi liar dilakukan reklamasi dan dimanfaatkan untuk lahan pertanian maka masalah vektor teratasi untuk selamanya.
·         Mengurangi kepadatan lalat dengan menggunakan perangkap dan kelambu yang sudah dicelup dengan deltametrin serta dengan penyemprotan insektisida residual (perythroid sintetik 5%, DDT, dan dieldrin 3% merupakan insektidida yang efektif). Dalam situasi darurat gunakan insektisida aerosol yang disemprotkan dari udara.
·         Melarang orang-orang yang pernah tinggal atau pernah mengunjungi daerah endemis di Afrika untuk menjadi donor darah.

Penanggulangan Wabah
Dalam keadaan KLB lakukkan survei massal yang terorganisasikan dengan baik dan berikan pengobatan bagi penderita yang ditemukan serta lakukan pengendalian lalat tsetse.
Bila terjadi lagi KLB di daerah yang sama walaupun sudah melaksanakan upaya-upaya pemberantasan, maka upaya-upaya yang tercantum pada butir 9A harus dilakukan dengan lebih giat.

Penanganan Internasional
Meningkatkan upaya kerjasama lintas sektor di daerah endemis. Penyebar luasan informasi dan meningkatkan tersedianya bahan dan alat diagnosa sederhana untuk skrining dan upaya sederhana pengendalian vektor.
Kembangkan sistem yang efektif pendistribusian reagen dan obat-obatan. Kembangkan sistem pelatihan pada tingkat nasional dan internasional. Manfaatkan pusat-pusat kerjasama WHO.












BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
 Trypanosoma brucei rhodiensis, parasit ini lebih agresif dan memiliki kemampuan berkembang biak lebih cepat dibandingkan Trypanosoma brucei gabiensis. Trypanosoma rhodesiense menyebabkan penyakit tripanomiasis yang ditularkan oleh lalat Glossina (stetse) Pasrasit ini berkembang biak secara belah pasang longitudinal dan dalam darah tampak bentuk yang membelah. Dalam tubuh Glossina (stetse) stadium tripomastigot yang terisap dengan darah berkembang biak di usus . Setelah digigit oleh lalat tsetse yang infektif, stadium tripomastigot metasiklik yang masuk ke dalam kulit akan memperbanyak diri serta menimbulkan reaksi peradangan setempat
Gejala klinis Gejala penyakit ialah demam, sakit kepala, insomnia, pembengkakan kelenjar limfe tanpa rasa sakit, berat badan menurun. Jika parasit ini dapat masuk ke sistem saraf manusia, penderita akan mengalami kebingungan, perubahan kepribadian, gangguan tidur, dan akhirnya koma sebelum meninggal dunia. Teknik pemeriksaan yang digunakan sama dengan yang digunakan untuk menemukan Trypanosomiasis gambiases, hanya saja bentuk tripomastigot lebih banyak jumlahnya dalam darah pada bentuk Trypanosomiasis rhodesiense. Pengobatan pada penyakit tidur afrika biasanya berhasil baik bila di mulai pada permulaan penyakit (infeksi dini) yaitu pada stadium darah-limfe. Untuk itu dapat dipakai suramin atau pentamidin. Bila susunan saraf sudah terkena, dapat di pakai triparsamid oleh karena dengan suramin atau pentamidin kurang baik hasilnya. Obat yang tersedia umumnya toksik untuk manusia, dan beberapa strain parasit menjadi resisten terhadap obat tersebut. Untuk itu dapat dipakai melarsopol : Mel B (arsobal).
3.2       Saran
 Semoga dengan adanya makalah ini, mahasiswa dapat mengetahui  trypanosoma rhodesiense serta agar pembaca dapat mengetahui cara-cara yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit tersebut. Kritik dan saran penulis tetap harapkan demi perbaikan selanjutnya.